Sabtu, 25 November 2017

hukum aborsi dalam uud

Aborsi adalah satu diantara tema yang senantiasa jadi pembicaraan di beberapa kelompok orang-orang, di banyak tempat dan di beberapa negara, baik itu didalam komunitas resmi ataupun beberapa komunitas non-formal yang lain. Problem ini telah banyak berlangsung mulai sejak jaman dulu, dimana dalam perlakuan aborsi, beberapa cara yang dipakai mencakup beberapa cara yang sesuai sama medis ataupun beberapa cara tradisionil, yang dikerjakan oleh dokter, bidan ataupun dukun beranak, baik di kota-kota besar ataupun di daerah terpencil.

Dengan perubahan ilmu dan pengetahuan, baik tehnologi ataupun hukum hingga sekarang ini, beberapa dokter saat ini mesti bertemu dengan terdapatnya hak otonomi pasien. Dalam hak otonomi ini, pasien mempunyai hak dalam memastikan sendiri aksi apa yang akan dikerjakan dokter pada dianya, ataupun mempunyai hak dalam menampiknya. Sedang bila tidak senang, jadi pasien juga akan berusaha untuk menuntut ganti rugi atas basic kelalaian (malapraktek) yang dikerjakan dokter itu. Menurut Kamus Besar Bhs Indonesia, aborsi adalah pengguguran kandungan. Pada intinya, tiap-tiap orang dilarang lakukan aborsi berdasarkan hukum aborsi di indonesia pada Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Th. 2009 mengenai Kesehatan (“UU Kesehatan”).

Pengecualian pada larangan lakukan aborsi diberi cuma dalam 2 keadaan tersebut :

a) tanda-tanda kedaruratan medis yang dideteksi mulai sejak umur awal kehamilan, baik yang meneror nyawa ibu serta/atau janin, yang menanggung derita penyakit genetik berat serta/atau cacat bawaan, ataupun yg tidak bisa diperbaiki hingga menyusahkan bayi itu hidup diluar kandungan ; atau
b) kehamilan karena perkosaan yang bisa mengakibatkan trauma psikologis untuk korban perkosaan.
(saksikan Pasal 75 ayat 2 UU Kesehatan)

Tetapi, aksi aborsi yang ditata dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan itu juga cuma bisa dikerjakan sesudah lewat konseling serta/atau penasehatan pra aksi serta disudahi dengan konseling saat aksi yang dikerjakan oleh konselor yang kompeten serta berwenang (saksikan Pasal 75 ayat 3 UU Kesehatan).

Jadi, praktek aborsi yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan seperti dimaksud diatas adalah aborsi ilegal. Sangsi pidana untuk aktor aborsi ilegal ditata dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi ;

“setiap orang yang dengan berniat lakukan aborsi tidak cocok dengan ketetapan seperti disebut dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 th. serta denda paling banyak Rp1 miliar. ”

Pasal 194 UU Kesehatan itu bisa menjerat pihak dokter serta/atau tenaga kesehatan yang dengan berniat lakukan aborsi ilegal, ataupun pihak wanita yang dengan berniat mengerjakannya.

Diluar itu, sangsi pidana untuk aktor aborsi ilegal juga ditata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Ketentuannya diantaranya seperti berikut :

Pasal 299

1) Siapa saja dengan berniat menyembuhkan seseorang wanita atau menyuruh agar diobati, dengan diberitahukan atau diakibatkan keinginan kalau karna penyembuhan itu hamilnya bisa digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat th. atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.

2) Bila yang bersalah melakukan perbuatan sekian untuk mencari keuntungan, atau jadikan perbuatan itu jadi pencarian atau rutinitas, atau bila dia seseorang tabib, bidan atau juru-obat, pidananya bisa ditambah sepertiga.

3) Bila yang bersalah lakukan kejahatan itu dalam menggerakkan pencarian, jadi bisa dicabut haknya untuk lakukan pencarian itu.

Pasal 346

Seseorang wanita yang berniat menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang yang lain karenanya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat th..

Pasal 347

Siapa saja dengan berniat menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita tanpa ada persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas th..

Pasal 348

Siapa saja dengan berniat menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima th. enam bln..

Pasal 349

hukum aborsi Bila seseorang dokter, bidan atau juru obat menolong lakukan kejahatan berdasar pada pasal 346, maupun lakukan atau menolong lakukan satu diantara kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 serta 348, jadi pidana yang ditetapkan dalam pasal itu bisa ditambah dengan sepertiga serta bisa dicabut hak untuk menggerakkan pencarian dalam mana kejahatan dikerjakan.

Pada praktiknya, apabila ada dokter yang lakukan aborsi, jadi orang-orang bisa memberikan laporan dokter itu ke kepolisian untuk diselidiki. Setelah itu, apabila memanglah ada bukti yang cukup dokter itu dengan berniat sudah lakukan aborsi ilegal pada pasien (-pasien) nya, jadi sistem pidana juga akan dilanjutkan oleh penyidik serta jaksa sebelumnya lewat sistem di pengadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar